![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7FP0dxcu-SXXyVnpdUQ3UQRR6bh1TdrmZsyUGSZ_-RrwdbatunUevezBquzwx0WgMFVJlTStv3H489YgLHsaK8_Rmceefb0GIu7Gx3T_DhHqe2QdZ132uc_lMDwbHAIeuA_hRRKCknBaJ/s1600/images.png)
Latar Belakang UU ITE
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber.
Berdasarkan surat Presiden RI. No.R./70/Pres/9/2005 tanggal 5 September 2005, naskah UU ITE secara resmi disampaikan kepada DPR RI. Pada tanggal 21 April 2008, Undang-undang ini di sahkan
Dua muatan besar yang diatur dalam UU ITE adalah :
1. Pengaturan transaksi elektronik
2. Tindak pidana cyber
Pengaturan Tindak Pidana TI dan Transaksi Elektronik
Tindak pidana yang diatur dalam UU ITE diatur dalam Bab VII tentang perbuatan yang dilarang, perbuatan tersebut dikategorikan menjadi kelompok sebagai berikut:
1. Tindak Pidana yang berhubungan dengan ativitas illegal, yaitu :
a. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten ilegal (kesusilaan, perjudian, berita bohong dll)
b. Dengan cara apapun melakuka akses illegal
c. Intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan sistem elektronik
2. Tindak Pidana yang berhubungan dengan gangguan (interfensi), yaitu :
a. Gangguan terhadap informasi atau dokumen elektronik
b. Gangguan terhadap sistem elektronik
3. Tindak Pidana memfasilitas perbuatan yng dilarang
4. Tindak Pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik
5. Tindak Pidana Tambahan dan
6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana
Menurut Suhariyanto (2012) celah hukum kriminalisasi
cybercrime yang ada dalam UU ITE, diantaranya :
1. Pasal pornografi di internet (cyberporn)
2. Pasal perjudian di internet (Gambling on line)
3. Pasal penghinaan dan atau Pencemaran nama baik di internet
4. Pasal pemerasan dan atau pengancaman melalui internet
5. Penyebaran berita bohong dan penghasutan melalui internet
6. Profokasi melalui internet
Hukum kriminalisasi
cybercrime yang ada dalam UU ITE
1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang
ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun
sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis
pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau
cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan
menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna
mencapai sebuah kepastian hukum.
a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur
pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
b. Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik.
c. Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau
menakut-nakuti yang dutujukkan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana
pasal 45 (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal
29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
d. Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking,
hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang
memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
e. Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik
dan/atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman
mestinya.
f. Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan atau memiliki.
g. Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik
(Phising = penipuan situs).
2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus
carding.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk
penipuan.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus
pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh
pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
diinginkannya.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus
pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat
permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara
dari Indonesia.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk
penyebaran pornografi.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus
penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus
deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain.
3) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam
bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan
media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja
untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus,
termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
4) Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999,
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan
bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
5) Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm
dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai
tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan
Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang
tersebut sebagai alat bukti yang sah.
6) Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2
Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer
untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka
tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan.
7) Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme
Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai
dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah
berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat ini komunikasi antara
para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan
dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau
menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan
terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone.
Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi
dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin
board atau mailing list.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar